Advokasi Rekomendasi Kebijakan DBD di Kabupaten Kudus
(Kudus, 26/09/2023) - Awal tahun 2020, WHO menetapkan dengue sebagai salah satu ancaman kesehatan global di antara 10 penyakit lainnya. Insidensi dengue meningkat secara signifikan di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir. Jumlah kasus infeksi mencapai 390 juta infeksi setiap tahunnya dengan 96 juta diantaranya memiliki manifestasi klinis dengan tingkat keparahan penyakit yang bervariasi. Angka kesakitan (incidence rate atau IR) di Indonesia pada tahun 2020 adalah 39,9 per 100.000 penduduk. Angka ini telah mencapai target nasional yaitu ≤49 per 100.000 penduduk. Data kasus DBD di Kabupaten Kudus menyebutkan 553 kasus dengan 8 kematian tercatat sepanjang tahun 2022. Pada tahun yang sama, kebijakan pemerintah dalam penanganan DBD dicanangkan pada SE Bupati Kudus Nomor 443.4/232/11.00/2022 tentang Kewaspadaan Dini BDB dan No.443.4/1299/01.00/2022 tentang PSN 3M+.
Upaya lain dalam penanggulangan dengue oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus dilakukan melalui kerja sama dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Salatiga, Kementerian Kesehatan. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi survei vektor, penyuluhan DBD, deteksi virus dengue, dan resistensi vektor dengue. Kegiatan dilaksanakan di 2 lokasi yaitu di daerah pedesaan dan perkotaan (Desa Cendono, Kecamatan Dawe dan Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati).
Tanggal 26 September 2023, rekomendasi kebijakan terkait penanggulangan DBD di Kabupaten Kudus disampaikan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga mencakup sisi kebijakan maupun sisi teknis. Kegiatan advokasi rekomendasi kebijakan ini dihadiri oleh Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait seperti Komisi D DPRD Kabupaten Kudus, Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga, Dinas Komunikasi dan Informatika, dan organisasi profesi. Rekomendasi kebijakan terkait penanggulangan DBD di Kabupaten Kudus disampaikan mencakup kebijakan strategis maupun kebijakan teknis. Rekomendasi dari segi kebijakan adalah dengan mencantumkan PSN 3M+ dan Pemantauan Jentik Berkala pada dokumen perencanaan seperti Renstra dan Renja. Dari segi kebijakan teknis, upaya pemberdayaan masyakarat dalam pelaksanaan PSN secara mandiri perlu dilakukan secara bersama dan berkesinambungan, penatalaksaan DBD di tingkat rumah tangga untuk mencegah keparahan kasus, deteksi infeksi sekunder, serta rotasi penggunaan insektisida dari bahan aktif pyrethroid/organoklorin. Selain melibatkan masyarakat, dari segi pemerintah daerah, beberapa kegiatan seperti koordinasi lintas sector, penyusunan petunjuk teknis pengendalian dan penangullangan DBD, penyuluhan kepada masyarakat, serta pelaksanaan Trias UKS (pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat). (APP/B)