ASSESSMENT VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA SALATIGA
(Salatiga, 26/01/2023) - Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit tular vektor yang disebabkan virus Dengue dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk. Virus Dengue (DEN) saat ini memiliki empat jenis serotipe, yaitu DEN-1, Den-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus dengue dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes sp. Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor utama DBD di Indonesia, sedangkan Ae. albopictus merupakan vektor sekunder. Gejala awal DBD mirip dengan beberapa penyakit infeksi lainnya. Belum ditemukannya obat maupun vaksin spesifik, membuat penanganan DBD terkadang terhambat dan menimbulkan kondisi yang serius hingga menyebabkan kematian penderita. Sejak DBD pertama kali ditemukan di Kota Surabaya tahun 1968, kasus DBD di Indonesia cenderung menunjukkan peningkatan setiap tahun. Kenaikan kasus DBD terutama dilaporkan di awal musim penghujan. Pada tahun 2021, tercatat 73.518 kasus DBD di Indonesia, dengan jumlah kematian sebanyak 705 kasus. Tingkat fatalitas DBD pada tahun 2021 juga meningkat menjadi 0,96% dari tahun sebelumnya (0,69%).
Pada Bulan Januari 2023, Dinas Kesehatan Kota Salatiga melaporkan terjadinya peningkatan kasus dan kematian akibat infeksi virus Dengue. Berbagai tindakan pengendalian dan pencegahan telah diupayakan untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah kasus. Salah satunya melalui assessment vektor penyakit yang dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2023. Kegiatan assessment vektor penyakit bertujuan mendeteksi serotipe virus Dengue dan status resistensi vektor terhadap insektisida. Empat lokus di wilayah Kota Salatiga terpilih menjadi lokasi survei, yaitu Kelurahan Blotongan (lokus SD Blotongan 3, lokus Dliko, dan lokus Brajan) dan Kelurahan Kutowinangun Kidul (lokus Pancuran).
Pada saat kegiatan assessment, tim B2P2VRP bekerja sama dengan DKK Salatiga dan masyarakat melakukan survei jentik dan nyamuk Aedes sp di wilayah permukiman penduduk. Sasaran pemantauan jentik adalah tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah, sedangkan penangkapan nyamuk dewasa dilakukan pada tempat-tempat yang gelap dan lembab, seperti kain gorden atau baju tergantung. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa jentik nyamuk ditemukan tidak hanya pada penampungan air berukuran besar, namun juga pada tempat berukuran kecil, seperti tempat minum hewan, tampungan dispenser, dan barang bekas.
Tindak lanjut dari kegiatan assessment adalah pengiriman sampel jentik dan nyamuk ke B2P2VRP untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium meliputi deteksi serotipe virus Dengue dan uji resistensi. Informasi jenis serotipe virus, dapat menjadi masukan dalam tata laksana kasus DBD secara tepat di fasilitas kesehatan. Hasil uji resistensi selain dapat menentukan status resistensi serangga vektor, juga menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam perencanaan dan penggunaan insektisida program. Jika hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa nyamuk Aedes sp resisten atau kebal, masyarakat harus lebih mengintensifkan tindakan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M plus untuk membatasi penggunaan insektisida. Peningkatan kasus DBD memerlukan penanganan yang tepat, serius, dan terpadu. Semua sektor baik dari pemerintah, swasta, maupun masyarakat diharapkan dapat bekerja sama dalam kegiatan pengendalian vektor untuk memutus penularan DBD di Kota Salatiga. (APP/W)